Penulis : Ahmad Fuadi
Ilustrasi : Slamet Mangindahan dan Doddy R. Nasution
Editor :
Mirna Yulistrianti
Setting :
Rahayu Lestari
Bahasa : Indonesia
Jumlah Halaman : 420
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : Cetakan
Pertama Juli 2009
Cetakan Kedua Oktober 2009
ISBN : 978-979-22-4861-6
Karya
sastra, pada dasarnya, merupakan potret kehidupan nyata yang diwujudkan dari imajinasi kemudian diolah oleh pengarang
sehingga kebenarannya hanya dalam prespekif pengarang saja. Karya sastra banyak
ragamnya, Novel adalah salah bentuknya. Novel umumnya mengungkapkan masalah
manusia yag meliputi aspek sosial, budaya, romans dan bahkan aspek politik.
Melalui novel, sastrawan menampilkan Unsur ekstrinsik
yaitu segala faktor luar yang menjadi dasar penciptaan karya dan
juga unsur Intrinsik yang menjadi unsur pembangun serpihan-serpihan isi dari
sebuah karya sastra. Sebuah novel oleh Ahmad Fuadi yang berjudul Negeri 5
Menara, merupakan sebuah karya yang disusun secara apik dengan pengambilan
latar yang berbeda dari novel kebanyakan. Menghadirkan tokoh-tokoh yang
berkesan di benak pembaca. Negeri 5 Menara, MAN
JADDA WAJADA!
Tema
dari novel Negeri 5 Menara Karya A. Fuadi adalah pendidikan dan sebuah kerja
keras yang menghasilkan kesuksesan. Hal ini dapat dilihat dari latar tempat yaitu
dipesantren dimana kegiatan utama yang dilakukan sehari-hari tokoh utama adalah
belajar. Hal ini dapat dibuktikan dari halaman awal ayng menampilkan kutipan utama
dari novel "MAN JADDA
WAJADA" , yang di teriakan Ustad Salman pada awal pertemuan dengan
Alif Fikri si tokoh utama di PM (Pesantren/Pondok Madani), arti dari man jadda wajadda sendiri adalah siapa
yang bersungguh-sungguh, akan berhasil.
Karakter dalam Negeri 5 Menara
berasal dari berbagai latar belakang. Tidak ada tokoh antagonis dalam novel
ini. Meskipun tidak menghadirkan sosok antagonis tetapi setiap permasalahan di
novel dikisahkan berasal dari atauran-aturan yang ada di PM. Tokoh utama
dalam novel ini adalah tokoh protagonis Alif Fikri digambarkan sebagai sosok
generasi muda yang penuh motivasi, berbakat, memilik semangat untuk maju, tidak kenal
menyerah, penurut dan patuh. Lalu ada Tokoh Amak dan Ayah, yang memiliki sikap ramah kepada
siapa saja, peduli dan
setia kepada anaknya. Selebihnya adalah 5 teman dekat Alif yang juga ikut memberi
warna kepada kisah ini. Dulmajid, sosok yang
rajin belajar dan setia kawan. Lalu ada Raja Lubis, si percaya diri dan rajin membaca. Ada Said, yang
paling dewasa diantara
yang lain tetapi sedikit kurang percaya diri. Ada juga sosok Baso, Baso adalah anak yang paling
rajin dan paling bersegera apabila disuruh ke mesjid, dia juga orang
yang agamis terlihat pada salah satu kalimatnya di dalam novel “saya ingin
mendalami agama islam dan menjadi penghafal Al-Quran”. Ia juga seorang yang
sangat berbakti kepada orangtua. Yang terakhir ada Atang, sosok Humoris sebagai pengimbang
dari sosok teman-temannya yang lain.
Negeri 5 Menara memusatkan jalan
cerita pada apa yang terjadi di balik tembok pesantren. Hanya sedikit di bab
pembuka berkisah tentang kampung halaman Alif yaitu di tanah Minangkabau, Sumatera
barat dan latar Negara Wahington DC, Desember 2003 jam 16.00. Selebihnya terfokus
pada bagian pesantren, yaitu PM. Tempat-tempat yang disorot meliputi, aula, kamar, menara, dan kelas. Waktu juga
di gambarkan secara gamblang oleh penulis, seperti malam, pagi dan
siang hari. Suasana di dalam novel meliputi, menegangkan, bahagia dan sedih.
Alur yang digunakan adalah alur
mundur, dimana pada novel dikisahkan kisah Alif sejak ia masih belajar di PM. Eksposisi Kisah
berawal dari seorang wartawan VOA, yang sedang berada di Washington DC.
Wartawan itu bernama Alif Fikri. tanpa disengaja ia mengecek laptopnya dan
tiba-tiba ada pesan masuk dari seorang yang bernama Batutah. Setelah
berbalas-balas pesan, teryata dia adalah teman lama Alif dari sekolah lamanya di PM. Dikisahkan,
Alif tidak ingin bersekolah di sekolah madrastah ataupun pesantren,
sedangkan Amaknya tidak rela jika Alif masuk sekolah SMA umum, karena Amaknya
ingin anak laki-lakinya bersekolah agama, dan menjadikan anaknya menjadi pemimpin agama di
masa depan, seperti Buya Hamka. Komplikasi dimulai ketika Baso bercerita
kepada teman-teman shahibul menara (5 sekawan), bahwa sepertinya ia harus
meninggalkan PM duluan dibandingkan dengan teman-teman yang lain, karena ia
harus merawat neneknya yang sedang sakit parah. Akhirnya paman Latimbang menjemput
Baso yang berada di PM, dan Baso pun harus meninggalkan PM untuk selamanya. Perasaan
dan air mata pembaca mulai bermain ketika adegan Baso meninggalkan PM.
Klimaks dimulai ketika Ustadz
Torik begitu marah ketika mendengar bahwa ada siswa yang pergi dari PM tanpa
izin terlebih dahulu. Mereka itu adalah Said, Alif, dan Atang. sebelum itu,
mereka meminta izin ke Ponorogo untuk mencari barang, tetapi barang itu tidak
ada, dan mereka pun harus pergi ke Surabaya untuk mendapatkan barang tersebut.
Akhirnya mereka bertiga diberikan hukuman yang sangat berat, yaitu dicukur
habis rambutnya. Antiklimaks
yaitu ketika seluruh siswa PM kelas 6, telah berhasil menyelesaikan ulangan
akhir, untuk menentukan kelulusan mereka. Kemudian mereka semua pun berisah,
begitu juga dengan shahibul menara yang akan menempuh jalannya masing-masing
untuk mewujudkan impian meraka. Di warnai dengan Resolusi Shahibul menara telah mencapai impiannya
masing-masing dan berencana akan melakukan reuinian setelah tidak bertemu
selama bertahun-tahun. Novel ini ditutup dengan kesuksesan pada tokoh
mencapai menara impian mereka
masing-masing
Gaya bahasa yang digunakan pada
novel meliputi, Hiperbola, yaitu
terkesan melebih-lebihkan, dapat kita jumpai pada kutipan di novel, "Kami bisa
makan bagai kesurupan" halaman 122, kalimat tersebut meggambarkan
keadaan seseorang yang kelaparan sehingga bisa makan seperti tidak terkendali.
Lalu pada kutipan yang lain pada halaman 190 "Kiai Rais telah menyetrum
3000 murid kesayangannya" yang bermakna telah memotivasi murid-muridnya bukan
bermakna menyetrum dengan listrik.
Penulis juga menyisipkan gaya bahasa
Personifikasi, yaitu membuat benda yang mati seolah hidup. "Wajah
dingin mencucuk tulang..." Halaman 2, wajah yang dingin diibaratkan
seperti pisau yang bisa mencucuk tulang.
"Jantungku melonjak-lonjak girang" halaman 5, jantung di
umpakan bisa melonjak-lonjak girang seperti seorang manusia. Dan pada halaman
142 "Cerita Kiai Rais terus berputar di kepalaku" cerita yang
diibaratkan seperti sebuah mobil yang berputar.
Tak ketinggalan gaya bahasa Asosiasi juga
digunakan penulis, yaitu gaya bahasa yang membandingkan sesuatu dengan yang
lain, yang dapat kita jumpai pada kutipan di dalam novel "kami
seperti sekawanan tentara yang terjebak..." halaman 64,
membandingkan kami (Alif dan teman-teman) seperti tentara yang terjebak di
dalam suatu perang. Dan pada halaman 124 "Mukanya dingin seperti
besi" membandingkan
wajahnya yang dingin seperti sebuah besi.
Dalam novel ini
penulis menggunakan sudut pandang orang pertama. Hal ini dikarenakan tokoh
utama selalu menyebut dirinya dengan kata aku. Hal ini dapat kita lihat pada
salah satu kutipan novel “Aku baca suratnya sekali lagi. Senang membaca surat
dari kawan lama. Tapi aku juga iri. Rencana masuk SMA-nya juga rencanaku dulu.
Aku menghela napas dan menatap kosong kepuncak pohon kelapa. Aku tidak boleh
terlambat lagi. Aku kapok jadi jasus. Aku jera menjadi drakula” halaman
102-103.
Banyak sekali
nilai yang dapat kita ambil dari Negeri 5 Menara. Nilai Agama, novel ini menceritakan tentang kehidupan sekitar pesantren sehingga banyak
mengajarkan nilai agama yang tidak terdapat pada novel-novel lain. Salah satu
bukti itu adalah kalimat “Man Jadda Wa Jadda”, yang berarti siapapun dapat
meraih cita-citanya asal ia bersungguh-sungguh. Dan Nilai
Moral, Kebersamaan
Sahibul Menara dalam menghadapi kerasnya pendididkan di pesantren mengajarkan
bahwa sebagai penuntut ilmu, kita harus sabar dan tidka pantang menyerah
menuntaskan apa yang telah dimulai.
Negeri 5 menara merupakan sebuah
novel yang berbeda dari novel kebanyakan. Keberanian penulis mengambil latar di
pesantren merupakan daya tarik tersendiri dari novel ini. Ahmad Fuadi seolah
ingin mengubah stereotype tetang novel yang beredar di pasaran, yang melulu
tentang kisah percintaan. Kehadiran Negeri 5 Menara yang dikemas secara apik dengan
bahasa indah yang mudah di mengerti sehingga novel ini langsung dengan cepat
mendapat tempat di hati para pembacanya.
0 Coment:
Posting Komentar